Konflik Organisasi
Di dalam suatu organisasi pasti terjadi
pro dan kontra yang dapat menimbulkan konflik didalam organisasi tersebut. Konflik
didalam suatu organisasi bisa ditimbulkan dari dalam (internal) organisasi
maupun dari luar (external) organisasi. Konflik bisa timbul dengan
penyebab-penyebab yang kecil dan tidak terduga, dan bisa timbul atau dampak
negatif yang bisa terjadi didalam organisasi tersebut. Konflik didalam
organanisasi bisa diselesaikan dengan cara bermusyawarah dan membicarakan
secara kekeluargaan pokok masalah tersebut , dan bersama-sama memecahkan suatu
masalah yang menimbulkan konflik di dalam organisasi.
Konflik berasal dari
kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis,
konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa
juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang
tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan
Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol
akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat
menciptakan konflik.
è Jenis-jenis
konflik
·
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan
menjadi 6 macam :
·
Konflik antara atau dalam peran sosial
(intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi
(konflik peran (role))
·
Konflik antara kelompok-kelompok sosial
(antar keluarga, antar gank).
·
Konflik kelompok terorganisir dan tidak
terorganisir (polisi melawan massa).
·
Konflik antar satuan nasional (kampanye,
perang saudara)
·
Konflik antar atau tidak antar agama
·
Konflik antar politik.
·
konflik individu dengan kelompok
è Sumber-sumber
konflik
·
Perbedaan individu, yang meliputi
perbedaan pendirian dan perasaan.
·
Perbedaan latar belakang kebudayaan
sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
·
Perbedaan kepentingan antara individu
atau kelompok.
·
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan
mendadak dalam masyarakat.
Metode Penyelesaian Konflik
Metode ini dapat terjadi melalui cara-cara
1) kekerasan (forcing) yang bersifat penekanan otokratik;
2) penenangan
(smolling) yaitu cara yang lebih diplomatis;
3)
penghindaran (avoidance) dimana manajer menghindari untuk mengambil
posisi yang tegas;
4) penentuan melalui suara terbanyak (majority rule)
mencoba untuk menyelesaikan konflik antar kelompok prosedur yang adil.
Keberadaan teori konflik muncul setelah
fungsionalisme, namun sesungguhnya teori konflik sebenarnya sama saja dengan suatu sikap
kritis terhadap Marxisme Ortodox. Seperti Ralp Dahrendorf, yang membicarakan
tentang konflik antara kelompok-kelompok terkoordinasi (imperality coordinated
association), dan bukan analisis perjuangan kelas, lalu tentang elit dominan,
daripada pengaturan kelas, dan manajemen pekerja dari pada modal dan buruh.
Dahendorf menolak utopia teori fungsionalisme yang
lebih menekankan konsensus dalam sistem sosial secara berlebihan. Wajah
masyarakat menurutnya tidak selalu dalam kondisi terintegrasi, harmonis, dan
saling memenuhi, tetapi ada wajah lain yang memperlihatkan konflik dan
perubahan. Baginya, pelembagaan melibatkan dunia kelompok-kelompok
terkoordinasi (imperatively coordinated association), dimana, istilah-istilah
dari kriteria tidak khusus, mewakili peran-peran organisasi yang dapat
dibedakan. Organisasi ini dikarakteri oleh hubungan kekuasaan (power), dengan
beberapa kelompok peranan mempunyai kekuasaan
memaksakan dari yang lainnya.
Saat kekuasaan merupakan tekanan (coersive) satu
sama lain, kekuasaan dalam hubungan kelompok-kelompok terkoordinasi ini
memeliharanya menjadi legitimate dan oleh sebab itu dapat dilihat sebagai
hubungan ‘authority” dimana, beberapa posisi mempunyai hak normatif untuk menentukan atau memperlakukan yang lain, sehingga tatanan sosial menurut
Dahrendorf, dipelihara oleh proses penciptaan hubungan-hubungan wewenang dalam
bermacam-macam tipe kelompok terkoordinasi yang ada hingga seluruh lapisan
sistem sosial. Kekuasaan dan wewenang adalah sumber langka yang membuat
kelompok-kelompok saling bersaing.
Revolusi dan konflik antara kelompok-kelompok itu
adalah redistribusi kekuasaan atau wewenang, kemudian menjadikan konflik itu
sebagai sumber dari perubahan dalam sistem sosial. Selanjutnya kelompok peran
baru memegang kunci kekuasaan dan wewenang dan yang lainnya dalam posisi di
bawahnya yang diatur. Redistribusi kekuasaan dan wewenang merupakan pelembagaan
dari kelompok peranan baru yang mengatur (ruling roles) versus peranan yang
diatur (ruled roles), dimana dalam kondisi khusus kontes perebutan wewenang
akan kembali muncul dengan inisiatif kelompok kepentingan yang ada, dan dengan
situasi kondisi yang bisa berbeda. sehingga kenyataan sosial merupakan siklus
tak berakhir dari adanya konflik wewenang dalam
bermacam-macam tipe kelompok terkoordinasi dari sistem sosial.
Konflik sosial dalam teori ini berasal dari upaya
merebut dan mempertahankan wewenang dan kekuasaan antara kelompok-kelompok
sosial yang ada di dalamnya. Hanya dalam
bentuk wewenang dan kekuasaan.
Teori-Teori Motivasi
Secara garis besar, teori motivasi dikelompokkan ke
dalam tiga kelompok yaitu teori motivasi dengan pendekatan isi/kepuasan
(content theory), teori motivasi dengan pendekatan proses (process theory) dan
teori motivasi dengan pendekatan penguat (reinforcement theory).Motivasi dapat
diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat
persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang
bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari
luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan
banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam
konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang
motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan
pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya
pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi, Abin
Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu
dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:
1. Durasi kegiatan
2.
Frekuensi kegiatan
3.
Persistensi pada kegiatan
4.
Ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan
kesulitan;
5. Devosi
dan pengorbanan untuk mencapai tujuan
6.
Tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan
7.
Tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari
kegiatan yang dilakukan
8. Arah
sikap terhadap sasaran kegiatan
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu
dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain :
· Teori
Hierarki Kebutuhan Maslow
Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu
kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara satu kenyataan dengan
dorongan yang ada dalam diri. Apabila pegawai kebutuhannya tidak terpenuhi maka
pegawai tersebut akan menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya, jika
kebutuhannya terpenuhi amak pegawai tersebut akan memperlihatkan perilaku yang
gembira sebagai manifestasi dari rasa puasnya.
Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku
pegawai. Karena tidak mungkin memahami perilaku tanpa mengerti kebutuhannya.
Abraham Maslow (Mangkunegara, 2005) mengemukakan
bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut :
1.
Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan
fisik, bernapas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah
atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar
2.
Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan diri dari
ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup
3.
Kebutuhan untuk rasa memiliki (sosial), yaitu kebutuhan untuk diterima
oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta
dicintai
4. Kebutuhan
akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain
5.
Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk
menggunakan kemampuan, skill dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan
mengemukakan ide-ide, gagasan dan kritik terhadap sesuatu
· Teori
Keadilan
Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi
semangat kerja seseorang, jadi
perusahaan harus bertindak adil terhadap setiap karyawannya. Penilaian dan
pengakuan mengenai perilaku karyawan harus dilakukan secara obyektif. Teori ini
melihat perbandingan seseorang dengan orang lain sebagai referensi berdasarkan
input dan juga hasil atau kontribusi masing-masing karyawan (Robbins, 2007).
· Teori X
dan Y
Douglas McGregor mengemukakan pandangan nyata mengenai
manusia. Pandangan pertama pada dasarnya negative disebut teori X, dan yang
kedua pada dasarnya positif disebut teori Y (Robbins, 2007).
McGregor menyimpulkan bahwa pandangan manajer mengenai sifat manusia
didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung
membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
· Teori
dua Faktor Herzberg
Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg dengan
asumsi bahwa hubungan seorang individu dengan pekerjaan adalah mendasar dan
bahwa sikap individu terhadap pekerjaan bias sangat baik menentukan
keberhasilan atau kegagalan. (Robbins, 2007).
Herzberg memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari
keberadaan motivator intrinsik dan bawa ketidakpuasan kerja berasal dari ketidakberadaan faktor-faktor ekstrinsik.
Faktor-faktor ekstrinsik (konteks pekerjaan) meliputi :
1. Upah
2. Kondisi
kerja
3. Keamanan
kerja
4. Status
5. Prosedur
perusahaan
6. Mutu
penyeliaan
7. Mutu
hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan, dan bawahan
Keberadaan kondisi-kondisi ini terhadap kepuasan
karyawan tidak selalu memotivasi mereka. Tetapi ketidakberadaannya menyebabkan
ketidakpuasan bagi karyawan, karena mereka perlu mempertahankan setidaknya
suatu tingkat ”tidak ada kepuasan”, kondisi ekstrinsik disebut
ketidakpuasan,atau faktor hygiene. Faktor Intrinsik meliputi :
1.
Pencapaian prestasi
2.
Pengakuan
3. Tanggung
Jawab
4. Kemajuan
5.
Pekerjaan itu sendiri
6.
Kemungkinan berkembang.
Tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti
membuktikan kondisi sangat tidak puas. Tetapi jika ada, akan membentuk motivasi
yang kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh karena itu, faktor
ekstrinsik tersebut disebut sebagai pemuas atau motivator.
· Teori
Kebutuhan McClelland
Teori kebutuhan McClelland dikemukakan oleh David
McClelland dan kawan-kawannya. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu
(Robbins, 2007) :
a.
Kebutuhan pencapaian (need for achievement) : Dorongan untuk berprestasi
dan mengungguli, mencapai standar-standar, dan berusaha keras untuk berhasil.
b.
Kebutuhan akan kekuatan (need for pewer) : kebutuhan untuk membuat orang
lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku
sebaliknya.
c.
Kebutuhan hubungan (need for affiliation) : Hasrat untuk hubungan antar
pribadi yang ramah dan akrab.
Apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan
imbalan dengan prestasi seseorang individu . Menurut model ini, motivasi seorang
individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal
maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah :
a. Persepsi
seseorang mengenai diri sendiri
b. Harga
diri
c. Harapan
pribadi
d.
Kebutuhaan
e. Keinginan
f.
Kepuasan kerja
g. Prestasi
kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi
seseorang, antara lain ialah :
a. Jenis
dan sifat pekerjaan
b. Kelompok
kerja dimana seseorang bergabung
c.
Organisasi tempat bekerja
d. Situasi
lingkungan pada umumnya
e. Sistem
imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
Dari
teori tersebut kita dapat mengambil sebuah gagasan bagaimana cara menyelesaikan
konflik didalam suatu organnisasi ,dan pengambilan suatu keputusan untuk
menanggulangi suatu akibat didalam konflik tersebut. Dan juga kita bisa
mengetahui bagaimana cara memovitasi didalam suatu organisasi, untuk meraih
hasil yang maksimal sehingga menjadikan kemajuan di dalam organisasi tersebut.
http://bierbios.blogspot.com/2011/12/konflik-organisasi.html
http://tkampus.blogspot.com/2012/04/pengertian-motivasi-dan-teori-teori.html