Kenaikan
Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Yang Tidak Stabil
Universitas Gunadarma , 15
Januari 2015 , oleh Rida Bintara
Akhir-akhir ini berita yang
sangat populer dan masih hangat ditelinga masyarakat adalah tentang harga BBM
yang tidak stabil , naik turun harga BBM ini menjadi pro kontra di dalam
kalangan masyarakat , dan imbasnya juga kepada semua lapisan masyarakat . Karena harga BBM sangatlah mempengaruhi
perekonomian di kalangan masyarakat . Dengan naiknya harga BBM, maka harga-harga
kebutuhan pokok akan melonjak juga , karena BBM mengatur pendapatan masyarakat.
Sebelumnya, Menteri Keuangan,
Bambang Brodjonegoro, mengatakan kenaikan harga BBM segera diumumkan. Menurut
Bambang, kenaikan harga BBM tidak kurang dari Rp 2.000 per liter. Menurutnya,
kenaikan harga BBM yang diberlakukan pemerintah akan menghasilkan penghematan
anggaran hingga Rp 120 triliun mulai 2015. "Besar sekali, kita alokasikan untuk
infrastruktur dan lain-lain," kata dia selepas rapat koordinasi di
Kementerian Perekonomian, Senin malam, 17 November 2014.Harga premium naik Rp
2.000 menjadi Rp 8.500 per liter. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) itu
diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo, Senin malam, 17 November 2014.
Turut naik juga harga solar menjadi Rp 7.500 per liter dari sebelumnya Rp 5.500
per liter. "Harga BBM baru yang akan berlaku pukul 00.00 WIB terhitung
sejak 18 November 2014," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta.
--------------------------------
1Andika Wahyu, Harga BBM
Naik Rp 2.000 Per Liter , Tempo.co , diakses dari http://www.tempo.co/read/news/2014/11/17/090622596/Jokowi-Harga-BBM-Naik-Rp-2000-Per-Liter
, pada tanggal 15 Januari 2015.
2Ibid., hlm. 2
Pendapat baik dan buruknya kebijakan
tersebut menyebar di kalangan masyarakat, dan pastinya sebuah keniscayaan bahwa
penolakan kenaikan 2000 rupiah ini menjalar dikalangan masyarakat ekonomi
menengah hingga masyarakat ekonomi bawah dan beberapa kalangan masyarakat
ekonomi atas.
Pendapat didalam tulisan ini,
hanyalah sejumlah ajakan kepada “Kita” (pemuda-pemuda, dan yang merasa dirinya
masih pemuda) untuk ikut sejenak memikirkan bahwa telah terjadi sebuah
kebijakan yang atas keberadaanya negeri kita ini tidak se-nyaman seperti
biasanya, dan jikalau “kita” masih merasa nyaman maka bolehlah sejenak
berkunjung kepada mereka yang terusik kenyamanannya walaupun tampak luarnya
mereka tetap mensyukuri apa yang terjadi pada diri mereka.Dua hal yang ingin
disampaikan, terlepas suka dan tidak sukanya beberapa kalangan didalamnya.
Pertama, hal ini tentang pandangan subjektif ketidak-sukaan beberapa kalangan
terhadap pendapat kalangan lainnya. Kedua, hal ini tentang langkah minimal yang
dapat dilakukan terhadap lahirnya kebijakan kenaikan 2000 rupiah tersebut.
Seperti yang telah terjadi
seperti kenaikan BBM tahun-tahun sebelumnya, penolakan adalah sebuah pendapat
untuk memobilisasi massa dalam jumlah besar menyatakan bahwa mereka tidak menyepakati
terkait kebijakan yang dikeluarkan. Didominasi oleh kalangan menengah, dan
membawa suara dari kalangan bawah (terlepas bersuara atau tidaknya kalangan
bawah). Bagi sebagian kalangan, kenaikan BBM sepertinya tidak mempengaruhi
banyak perubahan dalam kehidupan mereka. Dan bagi kalangan bawah pun, walaupun
akibatnya cukup terasa, sebagian menampilkan sikap yang “legowo” terhadap apa
yang pemerintahnya telah tetapkan.Pungkiri atau tidaknya, kenaikan harga BBM
tetap memberikan akibat terhadap arus per-ekonomian didalam kalangan
masyarakat. Harga-harga makanan pokok akan meningkat, segala biaya transportasi
akan menyesuaikan untuk mengalami penaikkan, dan biaya yang dikeluarkan oleh
seorang kepala keluarga akan lebih banyak daripada sebelumnya. Akibat itu telah
menjelma menjadi sebuah hal negatif yang dirasakan oleh masyarakat. Oleh
karenanya, terlepas pemerintah memiliki alasan kuat atau tidak dalam menaikkan
harga BBM, menjadi keniscayaan bahwa kebijakan tidak “Ramah” kepada beberapa
kalangan masyarakat.
Beberapa kalangan telah menjadi
korban ketidak-ramahan pemerintah, (“terlepas apapun alasan pemerintah
menaikkannya”). Dan bagi kalangan yang dampak negatif tidak ia rasakan, cobalah
sedikit ber-empati merasakan bahwa sesama masyarakat dengan berbeda kalangan
sedang membanting tulang lebih keras untuk menanggapi kebijakan ini. Pun
alhasil kebijakan ini, beberapa kalangan turun ke jalanan menyatakan kehadiran
kelompok mereka yang menolak akan kebijakan tersebut. Kehadiran mereka mewakili
semua kalangan yang mengusulkan penolakan (terlepas bersuara atau tidaknya
kalangan bawah). Maka janganlah kita meng-anggap ketidak-baikkan terhadap para
penjajah jalanan tersebut. Suara tersebut harus tetap disuarakan kepada
pemerintah, mereka menjadi pengontrol nilai terhadap kebijakan pemerintah,
mereka menjadi wakil rakyat yang sesungguhnya yang sedikit kenyamanan
masyarakatlah yang mereka tuju.
Dari
situasi tersebut, bukanlah sebuah pilihan yang tepat meng-anggap sebelah mata
para demonstran dijalanan. Para mereka yang tidak terlibat langsung dijalanan
pun seharusnya menampilkan sedikit ucapan terimakasih atas keterwakilan rakyat
yang telah disuarakan.
-----------------------------------
3Indarto Matnur, Kenaikan Harga BBM, Pandangan di Kalangan
Masyarakat. Saat ini Amati dan Pelajari, di Masa Depan Mengayomi., Kompasiana.com,
diakses dari http://politik.kompasiana.com/2014/11/24/kenaikan-harga-bbm-pandangan-di-kalangan-masyarakat-saat-ini-amati-dan-pelajari-di-masa-depan-mengayomi-693065.html,
Pada tanggal 15 Januari.
4Indarto Matnur, op. cit . hlm 2.
BAHAN Bakar Minyak (BBM) untuk
warga kurang mampu seharusnya lebih murah, namun faktanya BBM bersubsidi justru
lebih banyak dinikmati oleh warga yang mampu. Akibatnya, 46 juta kiloliter
subsidi BBM (yang dianggarkan dalam APBN) jebol. Dan, akhirnya, Pemerintah pun
memutuskan untuk menaikkan harga Bensin dan Solar menjadi Rp 8.500 dan Rp 7.500
per liter. Lantas bagaimana tanggapan kita ?. Apakah kita harus berdemonstrasi
menolak kenaikan harga tersebut? Sebaiknya tidak, karena itu sama saja
mendukung penyelewengan anggaran negara. Lihatlah, ratusan triliun anggaran,
yang notabene berasal dari pajak atau utang, hanya dihabiskan untuk subsidi
BBM. Padahal, seperti yang kita saksikan di layar kaca, tidak sedikit oknum
yang terlibat penyelewengan BBM ini. Baku tembak antara aparat TNI dengan Polri
di Kepulauan Riau baru-baru ini memperjelas betapa rawannya BBM bersubsidi
untuk menciptakan para pemburu rente.
Di sekitar kita pun sudah
terlihat bagaimana kacaunya distribusi BBM bersubsidi itu. Bensin dan Solar
subsidi (yang dibeli di SPBU seharga Rp 6.500 dan Rp 5.500) dijual kembali
secara eceran dengan harga Rp 7.000 hingga Rp 8.000. Sepanjang jalan raya,
jalan kecil, hingga jalan tikus, kita bisa menemukan penjual bensin eceran.
Seakan-akan tindakan itu adalah legal. Dan, tentu saja prinsip ekonomi
"ada penjual karena ada pembeli" berlaku. Nah, di sinilah letak salah
sasarnya subsidi BBM tersebut. Hampir semua pihak mencari selisih harga. Dari
industri rumah tangga hingga industri besar, dari pemilik sepeda motor hingga
mobil mewah. Seakan tanpa salah, mereka yang seharusnya mampu membeli BBM non
subsidi, malah memilih ikut menikmati subsidi untuk warga miskin.
Keadaan diperburuk oleh
oknum-oknum PNS. Tak jarang kendaraan dinas berplat merah terlihat mengisi
bensin eceran (di pinggir jalan). Alibinya mungkin kehabisan BBM sebelum menuju
SPBU, namun jika melihat volume yang diisi, mereka tidak dapat mengelak lagi.
Memang mereka telah tergoda karena setiap kali mengisi BBM eceran, mereka
merasa beruntung (Rp 50 ribuan per mobil) dibanding membeli di SPBU. Nah, jelas bahwa selama ini, subsidi BBM telah
salah sasaran. Berbagai langkah antisipasi yang pernah dicoba gagal total.
Mekanisme penyaluran BBM bersubsidi berkali-kali direvisi dan mengalami
normalisasi kembali. Jadi, kita tak perlu melakukan aksi turun ke jalan menolak
kenaikan harga BBM.
---------------------------------
5Berlian Sitorus, Menyikapi Kenaikan Harga BBM, Tribunnews.com,
Diakses dari , http://bangka.tribunnews.com/2014/11/20/menyikapi-kenaikan-harga-bbm,
Pada tanggal 15 Januari 2015. Hlm 1.
6Berlian Sitorus, loc. Cit.